- Back to Home »
- Catatan Pedidikan Agama Islam
Posted by : Pramita sari ariani
Sabtu, 04 Oktober 2014
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
Mata
Kuliah : Agama Islam
Pengajar : Dra. Ariatie Asnawi
Disusun Oleh :
Pramita
Sari Ariani
(A1A112088)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan saya kekuatan serta
kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Penidikan Agama Islam
sehingga dapat selesai seperti waktu yang telah saya rencanakan.
Tersusunnya makalah ini
tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan
bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
1. Ibu Dra. Ariatie Asnawi selaku Dosen pengasuh mata kuliah pendidikan agama
Islam di Universitas Lambung Mangkurat.
2. Orang tua telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang membalas budi baik yang tulus dan ihklas kepada semua
pihak yang penulis sebutkan di atas.
Tak ada gading yang tak
retak, untuk itu saya pun menyadari bahwa makalah yang telah saya susun dan di
kemas masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan baik dari
segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu penulis membuka pintu yang
selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Dan apabila di
dalam karya ilmiah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan di hati
pembaca mohon dimaaf.
Banjarmasin, Januari
2013
Penulis
Pramita Sari Ariani
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seorang muslim yang paripurnaa
adalah nalar dan hatinya bersinar, pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir
dan nuraninya berpadu dalam berinteraksi dengan Allah dan manusia, sehingga
sulit diterka mana lebih dulu berperan kejujuran
jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter
Islam, yaitu agama yang membangun kemurnian aqidah atas dasar kejernihan akal
dan membentuk pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta,
karena dalam segi aqidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai
ajaran aqidah yang benar dan lurus.
Konsep ketuhanan dalam islam
mulai muncul setelah wafat-Nya Rasulullah Muhammad SAW. Karena muncul beberapa
aliran yang sifatnya tradisional dan modern. Sering sekali terjadi pendapat dan
tafsiran terhadap Al-quran dan Hadits. Ada yang melihat secara tekstual dan ada
yang melihat secara kontekstual.
Dalam islam konsep ketuhanan
merupakan hal utama dan paling awal yang harus diperbaiki karena itu merupakan
pondasi yang menopang kehidupan keislamannya nanti. Pondasi itu harus
benar-benar kuat dan kokoh karena kalau tidak itu akan mengurangi hakekat
keislaman seorang manusia.
Pembuktian wujud tuhan seorang islam atau pembuktian wujud Allah
sangatlah susah karena tidak ada yang pernah dan bisa melihat Allah tapi hal
yang harus kita ketahui bahwa manusia tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta,
dunia dan alam ini tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta.Tidak mungkin semua
hal itu bisa ada tanpa adanya sang pencipta. Dan penciptanya itu adalah Allah. Manusia, hewan, dan alam ini adalah akibat sedangkan
akibatnya adalah Allah SWT.
Keimanan seseorang tumbuh dari
lingkungan, seorang anak yang lahir dari keluarga yang bagus ibadahnya
kemungkinan besar ibadahnya juga bagus, keimanan akan tumbuh dengan baik ketika
kita pelihara, harus ada pembiasaan dalam melakukan ibadah.
Beriman kepada allah tidak
hanya sekedar mengucapkan tapi harus dikuatkan dalam hati dan dibuktikan lewat
perbuatan. Perbuatan yang kami maksud adalah perbuatan yang sesuai dengan
ajaran agama islam.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti apakah
filsafat ketuhanan dalam islam ?
2. Bagaimana pembuktian
wujud tuhan dalam islam ?
3. Bagaimana proses
terbentuknya iman ?
4. Bagaimana keimanan dan
ketakwaan seseorang ?
C. Manfaat
1. Mengetahui filsafat
ketuhanan dalam islam
2. Mengetahui pembuktian
wujud tuhan dalam islam
3. Mengetahui proses
terbentuknya iman
4. Mengetahui keimanan
dan ketakwaan seseorang
BAB II
KONSEP TUHAN
DALAM ISLAM
A.
Filsafat ketuhanan dalam islam
Filsafat Ketuhanan adalah
pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, maka dipakai pendekatan
yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama tertentu (terutama agama
Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha
memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan
pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah
untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan
kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan.
meyakini
adanya Tuhan adalah masalah fithri yang tertanam dalam diri setiap manusia,
namun karena kecintaan mereka kepada dunia yang berlebihan sehingga mereka
disibukkan dengannya, mengakibatkan mereka lupa kepada Sang Pencipta dan kepada
jati diri mereka sendiri. Yang pada gilirannya, cahaya fitrah mereka redup atau
bahkan padam.
Walaupun
demikian, jalan menuju Allah itu banyak. Para ahli ma’rifat berkata,
“Jalan-jalan menuju ma’rifatullah sebanyak nafas makhluk.” Salah satu jalan
ma’rifatullah adalah akal. Terdapat sekelompok kaum muslim, golongan ahli Hadis
(Salafi) atau Wahabi, yang menolak peran aktif akal sehubungan dengan
ketuhanan. Mereka berpendapat, bahwa satu-satunya jalan untuk mengetahui Allah
adalah nash (Al Quran dan Hadis). Mereka beralasan dengan adanya sejumlah ayat
dan riwayat yang secara lahiriah melarang menggunakan akal (ra’yu). Padahal
kalau kita perhatikan, ternyata Al Quran dan Hadis sendiri mengajak kita untuk
menggunakan akal, bahkan menggunakan keduanya ketika menjelaskan keberadaan Allah
Perkataan illah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan.Dalam
bahasa Alquran dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan dan
dipentingkan oleh manusia, misalnya dalam
QS.Al jatsiyah (45) : 23
Terjemahan :
Maka pernahkah kamu melihat orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran
QS. al-Jatsiyah (45) : 23
QS. al-Jatsiyah (45) : 23
Contoh ayat diatas menunjukkan bahwa perkataan illah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi)
maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja).Untuk dapat
mengerti dengan definisi Tuhan atau Illah yang tepat, berdasarkan logika
Alquran sebagai berikut :
Tuhan (Illah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap
penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya
dikuasai oleh-Nya.
Dalam ajaran islam diajarkan “la ilaaha illa Allah”.
Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”,
kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti
seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam tuhan terlebih dahulu,
sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.
B. Pembuktian wujud tuhan
Adanya alam organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya
yang pelik, tidak boleh memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang
telah menciptakannya, suatu akal yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal
percaya bahwa dirinya “ada” dan percay pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar
itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan
kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika
harus percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: percaya
adanya makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak
benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa
diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh
karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada
dengan sendirinya tanpa pencipta ?
Dalam al-Quran,
penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan dapat ditemukan dalam :
Q.S al-Ankabut, 29: 61&63
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Terjemahan [Ayat : 61] :
Dan sesungguhnya jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka
itu: Siapakah yang menciptakan langit dan bumi, dan yang memudahkan matahari
dan bulan? Sudah tentu mereka akan menjawab: Allah. Maka bagaimana mereka
tergamak dipalingkan (oleh hawa nafsunya).
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ
نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ
اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْقِلُونَ
Terjemahan [Ayat : 63]
Dan sesungguhnya jika
engkau bertanya kepada mereka itu: Siapakah yang menurunkan hujan dari langit,
lalu Ia hidup dengannya tumbuhan di bumi sesudah matinya? Sudah tentu mereka
akan menjawab: Allah. Ucapkanlah: Alhamdulillah, bahkan kebanyakan mereka tidak
memahami.
Dalam ayat 61 dan 63 dijelaskan bahwa:
“bangsa arab yang penyembah berhala tidak menolak eksistensi pencipta langit
dan bumi.
Berdasarkan kandungan ayat ini, dapat dipahami bahwa
bangsa arab sesungguhnya telah memahami dan meyakini akan eksistensi tuhan
sebagai pencipta langit dan bumi serta pengaturnya. Namun menurut al-Quran, ada
segelintir anak manusia yang menolak
eksistensi tuhan, seperti penggambaran al-Quran dalam
Q.S. al-Jasyiah (45): 24. Yang mempunyai arti :
Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah
kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang
membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai
pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.
Ayat ini menegaskan bahwa: “mereka berkata: “
kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan didunia saja, kita mati dan kita
hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Penolakan akan
eksistensi tuhan oleh sebagian kecil manusia itu, hanya didasarkan pada dugaan
semata dan tidak didasarkan pada pengetahuan yang meyakinkan seperti ditegaskan
dalam klausa penutup ayat 24 tersebut, yaitu:”mereka sekali kali tidak
mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga
saja.
Banyak
sekali ayat yang terkandung dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang keberadaan
Allah sebagai tuhan semesta alam seperti yang terkandung dalam surah
Ali-Imran ayat 62
artinya :
“sesungguhnya ini adalah kisah yang benar.Tidak ada tuhan
selain Allah,dan sungguh Allah MahaPerkasa , Mahabijaksana.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan
dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
C. Proses terbentuknya iman
Benih iman yang dibawah sejak dalam kandungan memerlukan
pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai
pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula
halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan
iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga,
masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti
cuaca, tanah , air, dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak
langsung, baik yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap
iman seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan
contoh dan teladan bagi anak-anak. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “setiap
anak, lahir membawa fitrah, Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut
menjadi Yahudi, Nasrani, atau majusi”.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian.
Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci.
Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah.
Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin
beriman kepada Allah.
Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu
diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah
menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah
dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
D. Keiman dan ketakwaan
Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama dalam memeluk suatu agama
karena dengan keyakinan dapat membuat orang untuk melakukan apa yang
diperintahkan dan apa yang dilarang oleh keyakinannya tersebut atau dengan kata
lain iman dapat membentuk orang jadi bertaqwa.
Dalam surah Al-Baqarah 165
Yang mengatakan bahwa orang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah.
Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat cinta dan yakin
terhadap ajaran Allah yaitu Al-Quran. Jika kita ibaratkan dengan sebuah
bangunan , keimanan adalah pondasi yang menopang segala sesuatu yang berada
diatasnya, yang kokoh tidaknya bangunan itu sangat tergantung pada kuat
tidaknya pondasi tersebut. Meskipun demikian keimanan saja tidak cukup ia harus
diwujudkan dengan amal perbuatan yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama
yang kita anut. Keimanan tidaklah sempurna jika hanya diyakini dalam hati tapi
juga harus diwujudkan dengan diikrarkan oleh lisan dan dibuktikan dengan
tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan
cabang. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong
seorang muslim berbuat amal shaleh.seseorang dikatakan beriman bukan hanya
percaya terhadap sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan
melakukan sesuatu sesuai keyakinannya.
Berbicara msalah keimanan , kita bisa melihat takaran keimanan seseorang
dari tanda-tandanya seperti :
1.
Jika
menyebut atau mendengar nama Allah hatinya bergetar, dan berusaha agar Allah
tidak lepas dari ingatannya.
2.
Senantiasa
tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan keimanan
3.
Tertib dalam
melaksanakan shalat dan selalu melaksanakan perintahnya
4.
Menafkahkan
rizky yang diperolehnya di jalan Allah
5.
Menghindari
perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan
6.
Memelihara
amanah dan menepati janji
Manfaat dan pengaruh Iman
dalam kehidupan manusia :
1.
Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda
2.
Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
3.
Iman memberikan ketentramann jiwa
4.
Iman mewujudkan kehidupan yang baik
5.
Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Takwa berasal dari kata waqa, yaqi,wiqayah, yang berarti
takut, menjaga, memelihara dan melindungi, maka secara etimologi taqwa dapat
diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran
agama islam secara utuh dan konsisten (istiqomah). hakikat takwa sebagaimana yang disampaikan oleh Thalq bin
Hubaib, “Takwa adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan nur
(petunjuk) dari Allah karena mengharapkan pahala dari-Nya. Dan engkau
meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah karena takut
akan siksa-Nya."
Kata takwa juga sering digunakan untuk istilah menjaga
diri atau menjauhi hal-hal yang diharamkan, sebagaimana dikatakan oleh Abu
Hurairah Radhiallaahu anhu ketika ditanya tentang takwa, beliau mengata-kan,
“Apakah kamu pernah melewati jalanan yang berduri?” Si penanya menjawab, ”Ya”.
Beliau balik bertanya, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Orang itu menjawab, “Jika
aku melihat duri, maka aku menyingkir darinya, atau aku melompatinya atau aku
tahan langkah”. Maka berkata Abu Hurairah, ”Seperti itulah takwa.”
Karakteristik orang yang
bertakwa secara umum dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori / indikator
ketaqwaan:
1. Iman
kepada Allah,iman kepada Malaikat, Kitab-kitab dan para nabi, dengan kata lain
instrumen ketaqwaan yang pertama ini dikatakan dengan memelihara Fitrah Iman.
2. Mengeluarkan
harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang0orang miskin,
orang-orang yang putus di perjalanan, Atau dengan kata lain mencintai umat
manusia.
3. Mendirikan
shalat dan zakat
4. Menepati janji
5. Sabar disaat
kepayahan, dan memiliki semangat perjuangan
a.
Hubungan Takwa dengan Allah SWT
Seseorang yang bertakwa (muttaqin) adalah orang yang menghambakan
dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat.
Memelihara hubungan dengan Allah terus menerus akan menjadi kendali dirinya
sehingga dapat menghindari dari kejahatan dan kemungkaran dan membuatnya
konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Karena itu inti ketaqwaan adalah
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Memelihara hubungan dengan Allah SWT dimulai dengan
melaksanakan tugas (ibadah) secara sungguh-sungguh dan ikhlas, dan memelihara
hubungan dengan Allah dilakukan juga dengan menjauhi perbuatan yang dilarang
Allah.
b.
Hubungan Takwa dengan sesama manusia
Hubungan dengan Allah menjadi dasar bagi sesama manusia
yang bertakwa akan dapat dilihat dari peranannya ditengah-tengah masyarakat.
Sikap takwa tercermin dalam bentuk kesediaan untuk mendorong orang lain,
melindungi yang lemah dan berpihak pada kebenaran dan keadilan
c.
Hubungan Takwa dengan Diri sendiri
1. Sabar, yaitu sikap diri menerima apa saja yang datang
kepada dirinya, baik perintah, larangan, maupun musibah yang menimpanya. Sabar
terhadap perintah adalah menerima dan melaksanakan perintah dengan ikhlas.
Dalam melaksanakan perintah terhadap upaya untuk mengendalikan diri agar
perintah itu dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Tawakal, yaitu menyerahkan keputusan segala sesuatu,
ikhtiar dan usaha kepada Allah. Tawakal bukanlah menyerah, tetapi sebaliknya
usaha maksimal tetapi hasilnya diserahkan seluruhnya kepada Allah yang
menentukan.
3. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas apa saja yang
diberikan Allah atau sesame manusia. Bersyukur kepada Allah adalah sikap
berterima kasih terhadap apa saja yang telah diberikan Allah, baik dengan
ucapan maupun perbuatan. Bersyukur dengan perbuatan adalah mengucapkan hamdalah
sedangkan bersyukur dengan perbuatan adalah menggunakan nikmat yang diberikan
Allah sesuai dengan keharusannya.
4. Berani, yaitu sikap diri yang mampu menghadapi resiko
sebagai konsekuensinya dari komitmen dirinya terhadap kebenaran. Jadi berani
berkaitan dengan nilai – nilai kebenaran. Kebenaran lahir dari hubungan
seseorang dengan dirinya terutama berkaitan dengan pengendalian dari sifat –
sifat buruk yang datang dari dorongan hawa nafsunya.
E.pengertian
iman
Pengertian
iman dari bahasa
Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian
iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan
dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah
adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala
sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan
lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan
sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur
keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan
Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal
perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang
sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang
utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah
kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar ummat
manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman.
Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al
Qur’an) yang diturunkan kepada
RasulNya, serta
kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka
sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136) Yang memberikan
penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan
yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh
karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
a.
Iman Kepada Malaikat
Salah satu makhluk Allah swt. yang
diciptakan di alam ini adalah malaikat. Dia bersifat gaib bagi manusia,
karena tidak dapat dilihat ataupun disentuh dengan panca indra manusia.
Sebagai muslim kita diwajibkan
beriman kepada malaikat. Iman kepada malaikat tersebut termasuk rukun iman yang
kedua. Apa yang dimaksud iman kepada malaikat? Iman kepada malaikat berarti
meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menciptakan
malaikat yang diutus untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dari Allah.
Dasar yang menjelaskan adanya
makhluk malaikat tercantum dalam ayat berikut ini yang artinya:
“Segala puji bagi Allah pencipta
langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus
berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap masing-masing (ada yang) dua, tiga
dan empat.” (Q.S. Fatir: 1)
Hal tersebut juga dijelaskan dalam hadits riwayat
Muslim tentang iman dan rukunnya. Dari Abdullah bin Umar, ketika diminta untuk
menjelaskan iman, Rasulullah bersabda, “iman itu engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya dan hari akhir serta
beriman kepada ketentuan (takdir) yang baik maupun yang buruk.”
Dalam hadits tersebut, percaya
kepada malaikat merupakan unsur kedua keimanan dalam Islam. Percaya kepada
malaikat sangatlah penting karena akan dapat memurnikan dan membebaskan konsep
tauhid dari bayangan syirik.
Dari ayat dan hadits di atas dapat
diketahui bahwa beriman kepada malaikat merupakan perintah Allah dan menjadi
salah satu syarat keimanan seseorang. Kita beriman kepada malaikat karena Al
Qur’an dan Nabi memerintahkannya, sebagaimana kita beriman kepada Allah dan
Nabi-Nya.
F. Ciri-ciri
orang beriman menurut al-qur’an
Kata beriman tentulah
ada hubungannya dengan rukun iman yang ada 6 point yang wajib kita yakini dan
tidak boleh tidak. Bisa saja seseorang mengaku beriman, tapi belum tentu juga,
hanya Allah SWT saja yang mengetahui isi hati seseorang. Kita hanya bisa
mengetahuinya lewat ciri-ciri atau tanda-tanda atau kebiasaan dan kelakuan
orang tersebut.
Peringatan Allah SWT telah jelas dan sangat menakutkan, karena
kebalikan atau lawan kata dari orang beriman adalah orang kafir.
Masih ada satu lagi sebenarnya yang lebih menakutkan, yaitu musuh dalam selimut, orang munafik.
Masih ada satu lagi sebenarnya yang lebih menakutkan, yaitu musuh dalam selimut, orang munafik.
Kelompok orang munafik
ini adalah orang-orang yang berpura-pura menunjukkan perilaku
keislaman, namun hatinya tidak ada sama sekali rasa iman.
Hal ini sesuai diterangkan dalam surrah Al-Baqarah ayat 8
Hal ini sesuai diterangkan dalam surrah Al-Baqarah ayat 8
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ
بِمُؤْمِنِينَ
Artinya:
Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami
beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu Sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman."
Sangat jelas sekali bahwa Allah SWT mengetahui isi
hati setiap insan, terbukti Allah SWT membantah dengan keras pernyataan
orang-orang munafik itu.
Berikut tanda-tanda orang yang beriman kepada Allah
SWT.
1. Sangat mencintai Allah SWT.
Ketahuilah bahwa orang kalau sudah mencintai pastinya
akan sangat trengginas, cekatan dan aktif, dan dalam hal ini melakukan berbagai
macam kebajikan sebagai wujud akan rasa cintanya.
Dalilnya, Suarat Al-Baqarah ayat 165.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ
حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ
الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
Artinya:
dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya
kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya
mereka menyesal).
2. Menjadi Kader Perjuangan Islam.
Dalil SUrat Al-Anfaal ayat 64-65
فَكَذَّبُوهُ
فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ
Artinya:
64. Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami
selamatkan Dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami
tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Sesungguhnya mereka
adalah kaum yang buta (mata hatinya).
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ
65. dan (kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara
mereka, Hud. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak
ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa
kepada-Nya?"
3. Selalu Komitmen dalam
Syahadatnya.
Dalil Surat Al-Fath
ayat 18
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ
يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ
السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Artinya:
18. Sesungguhnya Allah telah ridha
terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu
di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu
menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya).
4. Tiap Pekerjaan
selalu didasari Ilmu.
Dalil Surat Al-Isar' ayat 36
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ
لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولا
Artinya:
36. dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
5. Mentaati Aturan.
Dalilnya Surat AN-Nisa' ayat 60, 65.
]أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ
يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ
قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ
يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيدًا[
Apakah kamu
tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa
yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka
hendak berhakim kepada thâghût, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghût itu. (QS an-Nisa’ [4]: 60).
فَلا وَرَبِّكَ لا
يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي
أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka
(pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam
hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya” [QS. An-Nisaa’ : 65].
Surat An-Nur ayat 51
Arti :
51. Sesungguhnya jawaban oran-orang
mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka [1046] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan
kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Surat Al-Ahzab ayat 36.
Arti :
36. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.
6. Hidup Berjamaah
Surat An-Nisa' ayat 59.
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى
عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ
فَيَكُونُ
Artinya:
59. Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa
di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari
tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang
manusia), Maka jadilah Dia.
7. Senantiasa Bersyukur.
Dalinya SUrat Saba ayat 13.
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا
يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ
رَاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
Atinya:
13. Para jin itu membuat untuk Sulaiman
apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan
piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di
atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan
sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.
BAB III
KONSEP MANUSIA DALAM ISLAM
A. Siapakah Manusia / Tujuan penciptaannya
Manusia diciptakan Allah Swt.
Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga
akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan.
Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan
Allah Swt.
Manusia menurut pandangan al-Quran,
al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadian manusia secara rinci. Dalam hal
ini al-Quran hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja. Ayat-ayat
mengenai hal tersebut terdapat dalam surat Nuh ayat 17
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan
sebaik-baiknya
Ash-Shaffat : 11
﴿
فَاسْتَفْتِهِمْ أَهُمْ أَشَدُّ خَلْقاً أَمْ مَنْ خَلَقْنا إِنَّا خَلَقْناهُمْ
مِنْ طينٍ لازِبٍ ﴾
Arti :
Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrikin Mekah),
“Apakah penciptaan mereka (dan hari kiamat) lebih berat ataukah penciptaan
malaikat, (langit, dan bumi) itu?” Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka
dari tanah liat.
Al-Mukminuun 12-13
وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِن سُلَٰلَةٍۢ مِّن طِينٍۢ
Arti :
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Ar-Rum : 20
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍۢ ثُمَّ إِذَآ أَنتُم
بَشَرٌۭ تَنتَشِرُونَ
Arti :
Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah,
kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
Al-Quran menerangkan bahwa manusia
berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab,
Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia
diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah.
Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan
secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun
secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui
bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai
sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.
Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa
manusia diciptakan dari tanah, umumnya dipahami secara lahiriah. Hal ini itu
menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah, dengan asumsi karena
Tuhan berkuasa , maka segala sesuatu dapat terjadi. Akan tetapi ada sebagian umat islam yang
berpendapat bahwa Adam bukan manusia pertama. Pendapat tersebut didasarkan atas
asumsi bahwa:
Ayat-ayat yang menerangkan bahwa
manusia diciptakan dari tanah tidak berarti bahwa semua unsur kimia yang ada
dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Hal itu seperti pernyataan bahwa
tumbuh-tumbuhan bahan makanannya dari tanah, karena tidak semua unsur kimia
yang ada dalam tanah ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi sebagian saja.
Oleh karena itu bahan-bahan pembentuk manusia yang disebut dalam al-Quran hanya
merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam al-Quran , hanya merupakan
petunjuk dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu ammonia, menthe,
dan air terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika
dinyatakan istilah “Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud
adalah bahan-bahan yang terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam bentuk
reaksi kimia). Sedangkan kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar , maka
maksudnya adalah bahwa proses kejadiannya melalui oksidasi pembakaran. Pada
zaman dahulu tenaga yang memungkinkan terjadinya sintesa cukup banyak dan
terdapat di mana-mana seperti panas dan sinar ultraviolet.
Ayat yang menyatakan ( zahir ayat )
bahwa jika Allah menghendaki sesuatu jadi maka jadilah ( kun fayakun ), bukan
ayat yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki Allah pasti akan terwujud
seketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara kalimat kun fayakun dengan kun
fa kana. Apa yang dikehendaki Allah pasti terwujud dan terwujudnya mungkin saja
melalui suatu proses. Hal ini dimungkinkan karena segala sesuatu yang ada
didunia juga mengalami prosi yang seperti dinyatakan antara lain dalam surat
al-A’la 1-2 dan Nuh 14.
Jika diperhatikan surat Ali Imran 59
dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan Isa seperti proses penciptaan Isa
seperti proses penciptaan Adam, maka dapat menimbulkan pemikiran bahwa apabila
isa lahir dari sesuatu yang hidup, yaitu maryam, maka Adam lahir pula dari
sesuatu yang hidup sebelumnya. Hal itu karena kata “tsumma” yang berarti
kemudian, dapat juga berarti suatu proses.
Perbedaan pendapat tentang apakah
adam manusia pertama atau tidak, diciptakan langsung atau melalui suatu proses
tampaknya tidak akan ada ujungnya karena masing-masing akan teguh pada
pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa diperpanjang, jangan-jangan hanya
akan menghabiskan waktu dan tidak sempat lagi memikirkan tentang status dan tugas
yang telah ditetapkan Allah pada manusia al-Quran cukup lengkap dalam
memberikan informasi tentang itu.
Untuk memahami informasi tersebut
secara mendalam, ahli-ahli kimia, biologi, dan lain-lainnya perlu dilibatkan,
agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara harfiah. Yang perlu
diingatkan sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan menjadi
khalifah ( pemilih atau penerus ajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah
, dinyatakan dalam al-baqarah 30. kata khalifah berasal dari kata khalafa
yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata
khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah. Kebanyakan
umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya
dihubungkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat
, baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa
Muawiyah-‘Abbasiah.
Perlu diingat bahwa istilah khalifah
pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu dipercaya untuk memimpin umat islam.
Pada waktu itu beliau mengucapkan inni khalifaur rasulillah, yang berarti aku
adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya setelah diangkat oleh umat
islam, abu bakar antara lain menyatakan “selama saya menaati Allah, maka
ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang , maka luruskanlah saya”. Jika
demikian pengertian khalifah, maka tidak setiap manusia mampu menerima atau
melaksanakan kekhalifahannya. Hal itu karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak
semua orang mau memilih ajaran Allah.
Dalam penciptaannya manusia dibekali
dengan beberapa unsur sebagai kelengkapan dalam menunjang tugasnya. Unsur-unsur
tersebut ialah : jasad ( al-Anbiya’ : 8, Shad : 34 ). Ruh (al-Hijr 29,
As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain); Nafs (al-Baqarah 48, Ali Imran 185
dan lain-lain ) ; Aqal ( al-Baqarah 76, al-Anfal 22, al-Mulk 10 dan lain-lain);
dan Qolb ( Ali Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat 84 dan lain-lain ). Jasad
adalah bentuk lahiriah manusia, Ruh adalah daya hidup, Nafs adalah jiwa , Aqal
adalah daya fakir, dan Qolb adalah daya rasa. Di samping itu manusia juga
disertai dengan sifat-sifat yang negatif seperti lemah ( an-Nisa 28 ), suka
berkeluh kesah ( al-Ma’arif 19 ), suka bernuat zalim dan ingkar ( ibrahim 34),
suka membantah ( al-kahfi 54 ), suka melampaui batas ( al-‘Alaq 6 ) suka
terburu nafsu ( al-Isra 11 ) dan lain sebagainya. Hal itu semua merupakan
produk dari nafs , sedang yang dapat mengendalikan kecenderungan negatif adalah
aqal dan qolb. Tetapi jika hanya dengan aqal dan qolb, kecenderungan tersebut
belum sepenuhnya dapat terkendali, karena subyektif. Yang dapat mengendalikan
adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari Allah. Kemampuan seseorang untuk
dapat menetralisasi kecenderungan negatif tersebut ( karena tidak mungkin
dihilangkan sama sekali ) ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menyerap
dan membudayakan wahyu.
Berdasarkan ungkapan pada surat
al-Baqarah 30 terlihat suatu gambaran bahwa Adam bukanlah manusia pertama,
tetapi ia khalifah pertama. Dalam ayat tersebut, kata yang dipakai adalah
jaa’ilun dan bukan khaaliqun. Kata khalaqa mengarah pada penciptaan sesuatu
yang baru, sedang kata ja’ala mengarah pada sesuatu yang bukan baru,dengan arti
kata “ memberi bentuk baru”. Pemahaman seperti ini konsisten dengan ungkapan
malaikat yang menyatakan “ apakah engkau akan menjadikan di bumi mereka yang
merusak alam dan bertumpah darah?” ungkapan malaikat tersebut memberi
pengertian bahwa sebelum adam diciptakan, malaikat melihat ada makhluk dan
jenis makhluk yang dilihat adalah jenis yang selalu merusak alam dan bertumpah
darah. Adanya pengertian seperti itu dimungkinkan, karena malaikat tidak tahu
apa yang akan terjadi pada masa depan, sebab yang tahu apa yang akan terjadi
dimasa depan hanya Allah.
Dengan demikian al-Quran tidak
berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang dibicarakan secara
terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses terciptanya manusia
dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari tulang sulbi,
alaqah, berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke dunia
setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat berserak, tetapi dengan bantuan ilmu
pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan demikian, pemahaman ayat akan
lebih sempurna jika ditunjang dengan ilmu pengetahuan.
Oleh karena al-Quran tidak bicara
tentang manusia pertama. Biarkanlah para saintis berbicara tentang asal-usul
manusia dengan usaha pembuktian yang berdasarkan penemuan fosil. Semua itu
bersifat sekedar pengayaan saint untuk menambah wawasan pendekatan diri pada
Allah. Hasil pembuktian para saintis hanya bersifat relatif dan pada suatu saat
dapat disanggah kembali, jika ada penemuan baru. Misalnya, mungkinkah penemuan
baru itu dilakukan oleh ulama islam? Persamaan dan perbedaan manusia dengan
makhluk lain Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihan-kelebihan.
Kelebihan-kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan
manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik
didarat, dilaut, maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang yang
terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak didarat dan dilaut, namun tetap
saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai
kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.
Disamping itu, manusia diberi akal
dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran
menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan
manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia
akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah ( makhluk alternatif
) tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ). Karena ilmunya itulah
manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainnya. Jika manusia hidup dengn ilmu selain ilmu
Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan
dengan binatang, “mereka itu seperti binatang ( ulaaika kal an’aam ), bahkan
lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan demikian manusia
bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).
Pembahasan.
Islam merupakan salah satu agama
samawi yang meletakan nilai-nilai kemanusia atau hubungan personal,
interpersonal dan masyarakat secara agung dan luhur, tidak
ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian yang mengikat
semua aspek manusia. Karena Islam yang berakar pada kata “salima” dapat
diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu
sifatnya fitrah. Kedamaian akan hadir, jika manuia itu sendiri menggunakan dorongan
diri (drive) kearah bagaimana memanusiakan manusia dan atau memposisikan
dirinya sebagai makhluk ciptaaan Tuhan yang bukan saja unik, tapi juga
sempurna, namun jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan
seiring fitrah, maka janji Tuhan adzab dan kehinaan akan datang.
ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian yang mengikat
semua aspek manusia. Karena Islam yang berakar pada kata “salima” dapat
diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu
sifatnya fitrah. Kedamaian akan hadir, jika manuia itu sendiri menggunakan dorongan
diri (drive) kearah bagaimana memanusiakan manusia dan atau memposisikan
dirinya sebagai makhluk ciptaaan Tuhan yang bukan saja unik, tapi juga
sempurna, namun jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan
seiring fitrah, maka janji Tuhan adzab dan kehinaan akan datang.
Fitrah kemanusiaan yang merupakan
pemberian Tuhan (Given) memang tidak dapat ditawar, dia hadir sering tiupan ruh
dalam janin manusia dan begitu manusia lahir dalam bentuk “manusia” punya mata, telinga, tangan,
kaki dan anggota tubuh lainnya sangat tergantung pada wilayah, tempat,
lingkungan dimana manusia itu dilahirkan. Anak yang dilahirkan dalam keluarga
dan lingkungan muslim sudah
barang tentu secara akidah akan mempunyai persepsi ketuhanan (iman) yang sama,
begitu pun nasrani dan lain sebagainya. Inilah yang sering dikatakan sebagai
sudut lahirnya keberagamanaan seorang manusia yang akan berbeda satu dengan
yang lainnya. Dalam wacana studi agama sering dikatakan bahwa fenomena
keberagamaan manusia tidak hanya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
normativitas melainkan juga dilihat dari historisitas.
barang tentu secara akidah akan mempunyai persepsi ketuhanan (iman) yang sama,
begitu pun nasrani dan lain sebagainya. Inilah yang sering dikatakan sebagai
sudut lahirnya keberagamanaan seorang manusia yang akan berbeda satu dengan
yang lainnya. Dalam wacana studi agama sering dikatakan bahwa fenomena
keberagamaan manusia tidak hanya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
normativitas melainkan juga dilihat dari historisitas.
Konsep
manusia
Ada 3 teori
dalam konsepsi manusia yaitu :
1.
Pertama yaitu Teori Evolusi.
Teori ini
pertama kali dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis J.B de Lamarck
yang menyatakan bahwa kehidupan berkembang dari
tumbuh – tumbuhan menuju binatang dan dari binatang menuju manusia. Teori ini
merupakan perubahan atau perkembangan secara berlahan – lahan dari tidak
sempurna menjadi perubahan yang sempurna.
tumbuh – tumbuhan menuju binatang dan dari binatang menuju manusia. Teori ini
merupakan perubahan atau perkembangan secara berlahan – lahan dari tidak
sempurna menjadi perubahan yang sempurna.
2.
Kedua yaitu Teori Revolusi
Teori
revolusi ini merupakan perubahan yang amat cepat bahkan mungkin dari tidak ada
menjadi ada. Teori ini sebenarnya merupakan kata lain untuk menanamkan
pandangan pencipta dengan kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pandangan ini gabungan pemikiran dari umat manusia yang berbeda keyakinan yaitu umat Kristen dan umat Islam tentang proses kejadian manusia yang dihubungkan dengan keMaha Kuasaan Tuhan.
pandangan pencipta dengan kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pandangan ini gabungan pemikiran dari umat manusia yang berbeda keyakinan yaitu umat Kristen dan umat Islam tentang proses kejadian manusia yang dihubungkan dengan keMaha Kuasaan Tuhan.
Dalam Ajaran Kristen dijumpai kisah
kejadian manusia dalam surat Kejadian 1-11 dan 12-50 tentang kisah oleh Martinus
dalam “ Bagaimana Agama Kristen Memandang teori Darwin “. Dalam ajaran Islam
terbentuk opini dan tidak berlebihan jika dikatakan sebagai keyakinan, bahwa manusia dan juga alam
semesta tercipta secara cepat oleh Kuasa
Allah.Keyakinan tersebut merupakan hasil interpretasi dari ayat – ayat
Al-Quran dalam surat Al-Baqarah ayat
30 yang menjelaskan tetntang kejadian Adam yaitu “ Adam adalah suatu
makhluk yang diciptakan dari tanah yang diambil dari berbagai jenis yang
kemudian dicampur dengan air, dibentuk dan ditiupkan ruh kedalamnya, dan
kemudian menjadi makhluk hidup”,serta Yasin ayat 82 yang berbunyi kun
fayakun dengan arti “ jadilah maka terjadilah dia ”.
3.
Ketiga yaitu Teori Evolusi Terbatas.
Teori ini adalah gabungan pemikiran
dari pihak-pihak agama yang berlandaskan dengan alasan-alasan serta pembuktian
dari pihak sarjana penganut teori evolusi.
Seperti yang dikemukakan oleh FransDahler, yang mengakui bahwa tumbuh-tumbahan, binatang, dan manusia selama ribuan atau jutaan tahun yang benar-benar mengalami mutasi (perubahan) yang tidak sedikit.
Seperti yang dikemukakan oleh FransDahler, yang mengakui bahwa tumbuh-tumbahan, binatang, dan manusia selama ribuan atau jutaan tahun yang benar-benar mengalami mutasi (perubahan) yang tidak sedikit.
Menurut RHA. Syahirul Alim
cendekiawan Muslim ahli kimia menyatakan bahwa kita sebagai manusia harus
merasa terhormat kalau diciptakan dari keturunan kera karena secara kimia
molekul-molekul kera jauh lebih kompleks dibandingkan dengan tanah, karena
tanah molekulnya lebih rendah keteraturannya. Menurut Al-Syaibani
manusia dikelompokkan menjadi delapan definisi,antara lain :
1.
Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia dimuka
bumi
2.
Manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
3.
Insan manusia sebagai makhluk sosial yang berbahasa.
4.
Insan yang mempunyai tiga dimensi yaitu badan, akal,
dan ruh
5.
Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri
pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua factor, yaitu faktor warisan dan
lingkungan.
6.
Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan, dan
kebutuhan permulaan baik yang diwarisi maupun yang diperoleh dalam proses
sosialisasi.
7.
Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang satu
dengan yang lainnya.
Manusia Dalam pandangan islam
Dalam pandangan Islam, manusia
didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram, mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah
makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-sifat insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28),
jahula ‘bodoh’ (al-Ahzab: 72), faqir ‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir:
15), kafuuro ‘sangat mengingkari nikmat’
(al-Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3), serta fujur
dan taqwa (asy-Syams: 8).
dan taqwa (asy-Syams: 8).
Selain itu, manusia juga diciptakan
untuk mengaplikasikan beban-beban ilahiah yang
mengandung maslahat dalam kehidupannya. Ia membawa amanah ilahiah yang
harus diimplementasikan dalam kehidupan
nyata. Keberadaannya di alam mayapada memiliki
arti yang hakiki, yaitu menegakkan khilafah. Keberadaannya tidaklah untuk huru-hara dan tanpa hadaf ‘tujuan’ yang
berarti. Perhatikanlah ayat-ayat
Qur`aniah di bawah ini.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(al-Baqarah: 30)
“Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (adz-Dzariyat: 56)
“Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh.” (al-Ahzab: 72)
Manusia adalah makhluk pilihan dan
makkhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT dari
makhluk-makhluk yang lainnya, yaitu dengan keistimewaan yang
dimilikinya, seperti akal yang mampu
menangkap sinyal-sinyal kebenaran, merenungkannya, dan kemudian memilihnya. Allah SWT telah
menciptakan manusia dengan ahsanu taqwim,
dan telah menundukkan seluruh alam baginya agar ia mampu memelihara dan memakmurkan serta melestarikan kelangsungan
hidup yang ada di alam ini. Dengan akal
yang dimilikinya, manusia diharapkan mampu memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan
yang tertuang dalam risalah para rasul.
Dengan hatinya, ia mampu memutuskan sesuatu yang sesuai dengan iradah Robbnya dan dengan raganya, ia
diharapkan pro-aktif untuk
melahirkan karya-karya besar dan tindakan-tindakan yang benar, sehingga ia tetap mempertahankan gelar kemuliaan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya
seperti ahsanu taqwim, ulul albab, rabbaniun dan yang lainnya.
melahirkan karya-karya besar dan tindakan-tindakan yang benar, sehingga ia tetap mempertahankan gelar kemuliaan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya
seperti ahsanu taqwim, ulul albab, rabbaniun dan yang lainnya.
Maka, dengan sederet sifat-sifat
kemuliaan dan sifat-sifat insaniah yang berkaitan dengan keterbatasan dan kekurangan, Allah SWT
membebankan misi-misi khusus kepada
manusia untuk menguji dan mengetahui siapa yang jujur dalam beriman dan dusta dalam beragama.
“Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji
lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
(al-Ankabuut: 2-3).
Oleh karena itu, ia harus
benar-benar mampu menjabarkan kehendak-kehendak ilahiah dalam setiap misi dan risalah yang
diembannya.
1.Misi Manusia
Manusia di dalam hidup ini memiliki
tiga misi khusus: misi utama; misi fungsional; dan misi operasional.
A. Misi Utama
Keberadaan manusia di muka bumi ini
mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Maka, setiap langkah
dan gerak-geriknya harus searah dengan garis yang telah ditentukan. Setiap desah nafasnya harus selaras
dengan kebijakan-kebijakan ilahiah,
serta setiap detak jantung dan keinginan hatinya harus seirama dengan alunan-alunan kehendak-Nya. Semakin mantap langkahnya
dalam merespon seruan Islam dan semakin teguh hatinya dalam mengimplementasikan
apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, maka ia akan mampu menangkap
sinyal-sinyal yang ada di balik ibadahnya. Karena, dalam setiap ibadah yang
telah diwajibkan oleh Islam memuat nilai filosofis, seperti nilai filosofis
yang ada dalam ibadah shalat, yaitu sebagai ‘aun (pertolongan) bagi manusia
dalam mengarungi lautan kehidupan (al-Baqarah:153), dan sebagai benteng kokoh
untuk menghindari,
menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45).
menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45).
Adapun nilai filosofis ibadah puasa
adalah untuk menghantarkan manusia muslim menuju gerbang ketaqwaan, dan
ibadah-ibadah lain yang bertujuan untuk
melahirkan manusia-manusia muslim yang berakhlak mulia (al-Baqarah: 183 dan
aat-Taubah:103). Maka, apabila manusia mampu menangkap sinyal-sinyal nilai
filosofis dan kemudian mengaplikasikan serta mengekspresikannya dalam bahasa
lisan maupun perbuatan, ia akan sampai gerbang ketaqwaan. Gerbang yang
dijadikan satu-satunya tujuan penciptaannya.
melahirkan manusia-manusia muslim yang berakhlak mulia (al-Baqarah: 183 dan
aat-Taubah:103). Maka, apabila manusia mampu menangkap sinyal-sinyal nilai
filosofis dan kemudian mengaplikasikan serta mengekspresikannya dalam bahasa
lisan maupun perbuatan, ia akan sampai gerbang ketaqwaan. Gerbang yang
dijadikan satu-satunya tujuan penciptaannya.
Namun, tidak semua manusia di dunia
ini mengikuti perintah dan merespon risalah yang di bawa oleh para Rasul.
Bahkan, banyak di antara mereka yang berpaling dari ajaran-ajaran suci yang
didakwahkan kepada mereka. Ada juga yang secara terang-terangan mengingkari dan
memusuhinya (an-Nahl: 36, al-An’aam: 26, dan al-Baqarah: 91).
Hal ini bisa terjadi pada manusia
karena dalam dirinya ada dua kekuatan yang sangat dominan mempengaruhi setiap
pikiran dan perbuatannya, kekuatan taqwa dan kekuatan fujur. Kekuatan taqwa
didorong oleh nafsu mutmainnah (jiwa yang tenang) untuk selalu menterjemahkan
kehendak ilahiah dalam realitas kehidupan, dan kekuatan fujur yang di dominasi
oleh nasfu ammarah (nafsu angkara murka) yang senantiasa memerintahkan manusia
untuk masuk dalam dunia kegelapan. Maka, dalam bingkai misi utama ini, manusia
bisa diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sabiqun bil khairat, muqtashidun, dan
dzalimun linafsihi. Hal ini
dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut.
dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut.
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan
kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara
mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan
dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”
(Faathiir: 32)
1.
Sabiqun bil khairat
Hamba Allah SWT yang termasuk dalam
kategori ini adalah hamba yang tidak hanya puas melakukan kewajiban dan
meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh-Nya, namun ia terus berlomba dan
berpacu untuk mengaplikasikan sunnah-sunnah yang telah digariskan, dan menjauhi
hal-hal yang dimakruhkan. Akal sehatnya menerawang jauh ke depan untuk
menggagas karya-karya besar dan langkah-langkah positif. Hati sucinya menerima
pilihan-pilihan akal selama tidak bertentangan dengan
nilai-nilai Islam. Inilah hamba yang selalu melihat kehidupan dengan cahaya
bashirah. Hamba yang hatinya senantiasa dihiasi ketundukan, cinta, pengagungan,
dan kepasrahan kepada Allah SWT.
nilai-nilai Islam. Inilah hamba yang selalu melihat kehidupan dengan cahaya
bashirah. Hamba yang hatinya senantiasa dihiasi ketundukan, cinta, pengagungan,
dan kepasrahan kepada Allah SWT.
2.
Muqtashidun
Hamba Allah yang masuk dalam
kategori ini adalah manusia muslim yang puas ketika mampu mengamalkan perintah
dan meninggalkan larangan Allah SWT. Dalam benaknya, tidak pernah terlintas ruh
kompetitif dalam memperluas wilayah iman ke wilayah ibadah yang lebih jauh lagi,
yaitu wilayah sunnah. Imannya hanya bisa menjadi benteng dari hal-hal yang
diharamkan dan belum mampu membentengi hal-hal yang dimakruhkan.
3.
Dzalimun linafsihi
Hamba yang termasuk dalam kelompok
ini adalah yang masih mencampuradukkan antara hak dan batil. Selain ia
mengamalkan perintah-perintah Allah SWT, ia juga masih sering berkubang dalam
kubangan lumpur dosa. Jadi, dalam diri seorang hamba ada dua kekuatan yang
mempengaruhinya, tergantung kekuatan mana yang lebih dominan, dan dalam
kelompok ini, nampaknya kekuatan syahwat yang
mendominasi kehidupannya, sehingga hatinya sakit parah. “Mengikuti syahwat adalah penyakit, sedangkan durhaka kepadanya adalah obat mujarab dab terapi yang manjur” (Adab ad-Diin wa ad-Dunya, Abu al-Hasan Ali al-Mawardy)
mendominasi kehidupannya, sehingga hatinya sakit parah. “Mengikuti syahwat adalah penyakit, sedangkan durhaka kepadanya adalah obat mujarab dab terapi yang manjur” (Adab ad-Diin wa ad-Dunya, Abu al-Hasan Ali al-Mawardy)
Apabila manusia mengikuti libido,
mengekor nafsu angkara murka, dan menjadi budak syahwatnya, maka ia akan keluar
dari poros yang telah digariskan oleh Allah SWT. Ia akan mencampakkan dan
mensia-siakan amanah yang agung. Bahkan, ia akan melakukan konspirasi bersama
thogut-thogut untuk memberangus nilai-nilai
kebenaran. Di sini, manusia akan bergeser dari gelar khairul barriah ‘sebaik-baik makhluk’ dan ahsanu taqwim ke gelar baru, yaitu syarrul barriah ‘seburuk-buruk makhluk’, asfalus saafilin ‘tempat yang paling rendah’, al-an’aam ‘binatang ternak’, kera, babi, batu, dan kayu yang berdiri. Inilah manusia-manusia yang memiliki hati, mata dan telinga, numun ia tidak pernah berfikir, tidak pernah melihat kebenaran, dan tidak pernah mendengar ayat-ayat Qur`aniah dan Kauniah dengan tiga faktor tersebut. Mereka adalah sebuah komunitas dari manusia-manusia yang dungu, buta, tuli, dan bisu dari nilai-nilai Islam (al-Bayyinah: 6-7, al-A’raaf: 179, al-Maidaah: 60,
al-Munaafiquun: 4, dan al-Baqarah:74)
kebenaran. Di sini, manusia akan bergeser dari gelar khairul barriah ‘sebaik-baik makhluk’ dan ahsanu taqwim ke gelar baru, yaitu syarrul barriah ‘seburuk-buruk makhluk’, asfalus saafilin ‘tempat yang paling rendah’, al-an’aam ‘binatang ternak’, kera, babi, batu, dan kayu yang berdiri. Inilah manusia-manusia yang memiliki hati, mata dan telinga, numun ia tidak pernah berfikir, tidak pernah melihat kebenaran, dan tidak pernah mendengar ayat-ayat Qur`aniah dan Kauniah dengan tiga faktor tersebut. Mereka adalah sebuah komunitas dari manusia-manusia yang dungu, buta, tuli, dan bisu dari nilai-nilai Islam (al-Bayyinah: 6-7, al-A’raaf: 179, al-Maidaah: 60,
al-Munaafiquun: 4, dan al-Baqarah:74)
Ali bin Abu Thalib ra. berkata, “Ada
dua masalah yang saya takutkn menimpa kamu. Pertama, mengikuti hawa nafsu.
Kedua, banyak menghayal. Karena, yang pertama akan menjadi tembok penghalang
antara dirinya dan kebenaran, dan yang kedua mengakibatkan lupa akan akhirat.”
Sebagian ahli hikmah berkata, “Akal merupakan teman setia, dan hawa nafsu
adalah musuh yang ditaati.”Sebagian ahli hikmah yang lain berkata,“Hawa nafsu
adalah raja yang bengis dan penguasa yang lalim.” (Adab ad-Diin wa ad-Dunya)
B. Misi Fungsional
Selain misi utama yang harus diemban
manusia, ia juga mempunyai misi fungsional sebagai khalifah. Manusia tidak
mampu memikul misi ini, kecuali ia istiqamah di atas rel-rel robbaniah. Manusia
harus membuang jauh bahasa khianat dari kamus kehidupannya. Khianat lahir dari
rahim syahwat, baik syahwat mulkiah
‘kekuasan’, syahwat syaithaniah, maupun syahwat bahaimiah ‘binatang
ternak’.(al-Jawab al-Kaafi, Ibnu Qaiyim al-Jauziah)
‘kekuasan’, syahwat syaithaniah, maupun syahwat bahaimiah ‘binatang
ternak’.(al-Jawab al-Kaafi, Ibnu Qaiyim al-Jauziah)
Ketika jiwa manusia di kuasai oleh
syahwat mulkiah, maka ia akan mempertahankan kekuasaan dan kedudukannya,
meskipun dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh Islam. Ia senantiasa melakukan
makar, adu domba, dan konspirasi politik untuk menjegal lawannya (al-Anfal:
26-27 dan Shaad: 26).
Adapun ketika jiwa manusia terbelenggu oleh syahwat syaithaniah dan bahaimiah,
maka ia akan selalu menciptakan permusuhan, keonaran, tipuan-tipuan, dan
menjadi rakus serta tamak akan harta. Tidak ada sorot mata persahabatan dan
sentuhan kasih dalam dirinya. Ia bersenang-senang di atas penderitaan rakyat
dan tak pernah berhenti mengeruk kekayaan rakyat.
Adapun ketika jiwa manusia terbelenggu oleh syahwat syaithaniah dan bahaimiah,
maka ia akan selalu menciptakan permusuhan, keonaran, tipuan-tipuan, dan
menjadi rakus serta tamak akan harta. Tidak ada sorot mata persahabatan dan
sentuhan kasih dalam dirinya. Ia bersenang-senang di atas penderitaan rakyat
dan tak pernah berhenti mengeruk kekayaan rakyat.
C.Misi Operasional
Manusia diciptakan di bumi
ini—selain untuk beribadah dan sebagai khalifah, juga harus bisa bermain cantik
untuk memakmurkam bumi (Huud: 61). Kerusakan di dunia, di darat, maupun di lautan
bukan karena binatang ternak yang tidak tahu apa-apa, tetapi ia lahir dari
tangan-tangan jahil manusia yang tidak pernah
mengenal rambu-rambu Tuhannya. Benar, semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk manusia, namun ia tidak bebas bertindak diluar ketentuan dan rambu ilahi
(ar-Ruum: 41). Oleh karena itu, bumi ini membutuhkan pengelola dari
manusia-manusia yang ideal. Manusia yang memiliki sifat-sifat luhur sebagaimana
disebutkan di bawah ini. Syukur (Luqman: 31) Sabar (Ibrahim: 5) Mempunyai belas kasih (at-Taubah: 128)Santun (at-Taubah: 114)Taubat (Huud: 75) Jujur (Maryam: 54)
Terpercaya (al-A’raaf: 18)
mengenal rambu-rambu Tuhannya. Benar, semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk manusia, namun ia tidak bebas bertindak diluar ketentuan dan rambu ilahi
(ar-Ruum: 41). Oleh karena itu, bumi ini membutuhkan pengelola dari
manusia-manusia yang ideal. Manusia yang memiliki sifat-sifat luhur sebagaimana
disebutkan di bawah ini. Syukur (Luqman: 31) Sabar (Ibrahim: 5) Mempunyai belas kasih (at-Taubah: 128)Santun (at-Taubah: 114)Taubat (Huud: 75) Jujur (Maryam: 54)
Terpercaya (al-A’raaf: 18)
Maka, manusia yang sadar akan misi
sucinya harus mampu mengendalikan nafsu dan menjadikannya sebagai tawanan akal sehatnya
dan tidak sebaliknya, diperbudak hawa nafsu sehingga tidak mampu menegakkan
tonggak misi-misinya. Hanya dengan nafsu muthmainnahlah, manusia akan sanggup
bertahan mengibarkan panji-panji kekhilafahan di antara awan jahiliah modern,
sanggup
mengaplikasikan simbol-simbol ilahi dalam realitas kehidupan, membumikan
seruan-seruan langit, dan merekonstruksi peradaban manusia kembali. Inilah
sebenarnya hakikat risalah insan di muka bumi ini
mengaplikasikan simbol-simbol ilahi dalam realitas kehidupan, membumikan
seruan-seruan langit, dan merekonstruksi peradaban manusia kembali. Inilah
sebenarnya hakikat risalah insan di muka bumi ini
Ada 3 teori dalam konsepsi manusia
yaitu :
·
Pertama yaitu Teori Evolusi.
·
Kedua yaitu Teori Revolusi
·
Ketiga yaitu Teori Evolusi Terbatas.
Dalam pandangan Islam, manusia
didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram, mukhaiyar, dan mujizat. Manusia
adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-sifat insaniah,
seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28), jahula ‘bodoh’ (al-Ahzab: 72), faqir
‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir: 15), kafuuro ‘sangat mengingkari
nikmat’ (al-Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3), serta fujur
dan taqwa (asy-Syams: 8).
dan taqwa (asy-Syams: 8).
Keberadaan manusia di muka bumi ini
mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Maka, setiap langkah
dan gerak-geriknya harus searah dengan garis yang telah ditentukan. Setiap
desah nafasnya harus selaras dengan
kebijakan-kebijakan ilahiah, serta setiap detak jantung dan keinginan hatinya harus seirama dengan alunan-alunan kehendak-Nya. Semakin mantap langkahnya dalam merespon seruan Islam dan semakin teguh hatinya dalam mengimplementasikan
apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, maka ia akan mampu menangkap
sinyal-sinyal yang ada di balik ibadahnya. Karena, dalam setiap ibadah yang
telah diwajibkan oleh Islam memuat nilai filosofis, seperti nilai filosofis yang
ada dalam ibadah shalat, yaitu sebagai ‘aun (pertolongan) bagi manusia dalam
mengarungi lautan kehidupan (al-Baqarah:153), dan sebagai benteng kokoh untuk menghindari, menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45). Adapun nilai filosofis ibadah puasa adalah untuk menghantarkan manusia muslim menuju gerbang ketaqwaan, dan ibadah-ibadah lain yang bertujuan untuk melahirkan manusia-manusia muslim yang berakhlak mulia (al-Baqarah: 183 dan aat-Taubah:103). Maka, apabila manusia mampu menangkap sinyal-sinyal nilai filosofis dan kemudian mengaplikasikan serta mengekspresikannya dalam bahasa lisan maupun perbuatan, ia akan sampai gerbang ketaqwaan. Gerbang yang dijadikan satu-satunya tujuan penciptaannya.
kebijakan-kebijakan ilahiah, serta setiap detak jantung dan keinginan hatinya harus seirama dengan alunan-alunan kehendak-Nya. Semakin mantap langkahnya dalam merespon seruan Islam dan semakin teguh hatinya dalam mengimplementasikan
apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, maka ia akan mampu menangkap
sinyal-sinyal yang ada di balik ibadahnya. Karena, dalam setiap ibadah yang
telah diwajibkan oleh Islam memuat nilai filosofis, seperti nilai filosofis yang
ada dalam ibadah shalat, yaitu sebagai ‘aun (pertolongan) bagi manusia dalam
mengarungi lautan kehidupan (al-Baqarah:153), dan sebagai benteng kokoh untuk menghindari, menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45). Adapun nilai filosofis ibadah puasa adalah untuk menghantarkan manusia muslim menuju gerbang ketaqwaan, dan ibadah-ibadah lain yang bertujuan untuk melahirkan manusia-manusia muslim yang berakhlak mulia (al-Baqarah: 183 dan aat-Taubah:103). Maka, apabila manusia mampu menangkap sinyal-sinyal nilai filosofis dan kemudian mengaplikasikan serta mengekspresikannya dalam bahasa lisan maupun perbuatan, ia akan sampai gerbang ketaqwaan. Gerbang yang dijadikan satu-satunya tujuan penciptaannya.
Artinya adalah manusia sempurna,
berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang berarti
sempurna. Konsepsi filosofid ini pertama kali muncul dari gagasan tokoh sufi
Ibnu Arabi. Oleh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428), pengikutnya,
gagasan ini dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang bercorak
tasawuf filosofis.
Al-Jili merumuskan insan kamil ini
dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal.
Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad) yang demikian tidak semata-mata
dipahami dalam pengertian Muhammad SAW asebagai utusan Tuhan, tetapi juga
sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di
jagad raya ini.
Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai
Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri Muhammad juga
dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS. Al-Jili dengan karya
monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa
al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang
Pertama dan yang Terakhir) mengawali pembicaraannya dengan mengidentifikasikan
insan kamil dengan dua pengertian. Pertama, insan kamil dalam pengertian konsep
pengetahuan mengeneai manusia yang sempurna. Dalam pengertian demikian, insan
kamil terkail dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak, yaitu
Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni yang
baik dan sempurna.
Sifat sempurna inilah yang patut
ditiru oleh manusia. Seseorang yang makin memiripkan diri pada sifat sempurna
dari Yang Mutlak tersebut, maka makin sempurnalah dirinya. Kedua, insan kamil
terkait dengan jati diri yang mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat
Tuhan ke dalam hakikat atau esensi dirinya. Dalam pengertian ini, nama esensial
dan sifat-sifat Ilahi tersebut pada dasarnya juga menjadi milik manusia
sempurna oleh adanya hak fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan yang
inheren dalam esensi dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering
terdengar, yaitu Tuhan berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia
menjadi cermin bagi Tuhan untuk melihat diri-Nya.
Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai
jati diri yang sempurna melalui latihan rohani dan mendakian mistik, bersamaan
dengan turunnya Yang Mutlak ke dalam manusia melalui berbagai tingkat. Latihan
rohani ini diawali dengan manusia bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat
Tuhan, dan mulai mengambil bagian dalam sifat-sifat Illahi serta mendapat
kekuasaan yang luar biasa.
Pada tingkat ketiga, ia melintasi
daerah nama serta sifat Tuhan, masuk ke dalam suasana hakikat mutlak, dan
kemudian menjadi “manusia Tuhan” atau insan kamil. Matanya menjadi mata Tuhan,
kata-katanya menjadi kata-kata Tuhan, dan hidupnya menjadi hidup Tuhan (nur
Muhammad). Muhammad Iqbal tidak setuju dengan teori para sufi seperti pemikiran
al-Jili ini. Menurut dia, hal ini membunuh individualitas dan melemahkan jiwa.
Iqbal memang memandang dan mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai insan kamil,
tetapi tanpa penafsiran secara mistik.
Insan kamil versi Iqbal tidak lain
adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan
kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar
dalam akhlak Nabi SAW. Insan kamil bagi Iqbal adalah sang mukmin yang merupakan
makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk
menumbuhkan kekuatan dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan
menghayati akhlak Ilahi. Sang mukmin menjadi tuan terhjadap nasibnya sendiri
dan secara tahap demi tahap mencapai kesempurnaan. Iqbal melihat, insan kamil
dicapai melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan pada hukum; kedua penguasaan
diri sebagai bentuk tertinggi kesadaran diri tentang pribadi; dan ketiga
kekhalifahan Ilahi. dari ensklopedi Islam terbitan ikhtiar baru van hoeve
A. Manusia Sebagai Mahluk Sempurna Pada
hakekatnya manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai mahluk yang sempurna di
antara mahluk-mahluk Allah lainnya. Manusia diberi begitu banyak keistimewaan
di antaranya bentuk fisik yang indah, kedudukan yang jauh lebih baik, dan yang
paling berbeda yaitu akal pikiran. Akal dapat digunakan untuk berpikir dan
membedakan mana yang baik dan yang buruk. Manusia sebagai insan kamil haruslah
mempunyai kepribadian dan ahlak yang baik. Pemuliaan Allah SWT kepada manusia
berkaitan dengan penciptaannya seperti diterangkan Allah dalam firmanNya:
Artinya: Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya Fitrah manusia meliputi: hanif,
potensi akal, qaib, nafsu. Fitrah adalh kondisi awal suatu ciptaan atau kondisi
manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran.
Fitrah tidak hanya diartikan sebagai penciptaan fisik, melainkan juga dalam
arti rihaniah yaitu sifat-sifat dasar manusiayang baik. Hanif (kecenderungan
kepada kebaikan) yang terjadinya proses persaksian sebelum digelar ke muka
bumi. Manusia memiliki potensi baik sejak kelahirannya. Potensi itu meliputi:
potensi jasmani (fisik), ruhani (spiritual), dan akal (mind). Ketiga potensi
ini akan memberikan kemampuan kepada manusia untuk menentukan dan memilih jalan
hidupnya sendiri. Manusia diberi kebebasan untuk menentukan takdirnya. Semua
itu tergantungdari bagaimana mereka memanfaatkan potensi yang melekat dalam
dirinya. Potensi rohaniah berupa akal, qald dan nafsu. Akal adalah pikiran atau
rasio dan rasa bias diartikan dengan bijaksana. Qald adalah hakikat manusiayang
dapat menangkap segala pengertian berpengetahuan dan arif. Nafsu adalah sesuatu
kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya.
Tujuan hidup manusia yaitu beribadah kepada Allah SWT dengan cara melakukan perbuatan apapun asal yang tidak dilarang agama dan diniati ibadah sehingga apapun yang kita kerjakan tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan di dunia tetapi juga kepentingan di akherat jadi tujuan hidup manusia sudah jelas adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat, sebagaimana sering kita ucapkan dalam doa : "Rabbana aatina fiddun-yaa hasanah wafil akhirati hasanah, waqinaa adzabannar". Untuk mendapatkan kebahagiaan dunia telah diuraikan di depan, adalah berusaha untuk menjadi Ahsani Taqwim dan Khalifah fil Ardhi, namun untuk kebahagiaan akherat perlu kita teliti lebih jauh. Seperti dalam surat Adz Dzariyat ayat 56 yang mempunyai arti: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51:56) Dalam islam tujuan pendidikan identik dengan tujuan hidup (penciptaan) manusia. Menempatkan ibadah sebagai tujuan hidup mengandung arti bahwa kita menyerahkan penilaian semua gerak dan kiprah ibadah kita hanya kepada Allah.
Tujuan hidup manusia yaitu beribadah kepada Allah SWT dengan cara melakukan perbuatan apapun asal yang tidak dilarang agama dan diniati ibadah sehingga apapun yang kita kerjakan tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan di dunia tetapi juga kepentingan di akherat jadi tujuan hidup manusia sudah jelas adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat, sebagaimana sering kita ucapkan dalam doa : "Rabbana aatina fiddun-yaa hasanah wafil akhirati hasanah, waqinaa adzabannar". Untuk mendapatkan kebahagiaan dunia telah diuraikan di depan, adalah berusaha untuk menjadi Ahsani Taqwim dan Khalifah fil Ardhi, namun untuk kebahagiaan akherat perlu kita teliti lebih jauh. Seperti dalam surat Adz Dzariyat ayat 56 yang mempunyai arti: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51:56) Dalam islam tujuan pendidikan identik dengan tujuan hidup (penciptaan) manusia. Menempatkan ibadah sebagai tujuan hidup mengandung arti bahwa kita menyerahkan penilaian semua gerak dan kiprah ibadah kita hanya kepada Allah.
B.
Fungsi dan
peranan manusia
Allah berfirman :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
( QS 2 : 30 ).
Firman Allah yang kita kutip di atas senantiasa dijadikan
dalil atau hujjah tentang penciptaan manusia pertama, yaitu Adam, walaupun
dalam ayat tersebut tidak disebutkan secara eksplisit nama Adam. Hal tersebut
memberikan pemahaman kepada kita bahwa Allah dalam menciptakan mahlukNya lebih
mementingkan pada fungsi dan peranan mahlukNya itu dibandingkan dengan nama.
Dengan pengertian ini, maka sudah semestinya kita menyadari bahwa segala
sesuatu selain Allah adalah mahluk, karena hanya Dia yang disebut Sang Khalik,
atau Sang Maha Pencipta. Jadi, setiap mahlukNya memiliki fungsi dan peran
individual yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.
Setelah fungsi dan peranan mahluk, barulah Allah menyebutkan
namanya. Misalnya gunung disebutkan oleh Allah fungsinya, yaitu sebagai pasak
untuk menjaga stabilitas bumi (QS 31 : 10). Lalu, fungsi bumi disebutkan
sebagai tempat menetap ( QS 43 : 10), atau sebagai hamparan ( QS 20 : 53), dan
fungsi-fungsi lainnya. Begitu pun halnya dengan langit yang diciptakan oleh
Allah agar berfungsi sebagai atap ( QS 21 : 32 ; QS 2 : 22), dan begitulah,
setiap mahlukNya menjalankan peranan dan fungsinya masing-masing.
Manusia – yang disebut oleh Allah – sebagai mahlukNya
yang paling mulia di antara mahluk lainnya, disebutkan dalam ayat yang kita
kutip di atas, berperan sebagai khalifah, sehingga sudah semestinya manusia
menyelisik tentang kekhalifahan itu. Sebab, tanpa manusia mengerti apa yang
dimaksud dengan khalifah, maka sudah tentu, dia juga tidak akan dapat memahami
fungsi kekhalifahannya.
Khalifah
dapat dimaknai sebagai penjaga,
pemelihara, pelestari, pengelola atau pemimpin. Sehingga jika dikaitkan dengan
lokus kekhalifahannya, yaitu di bumi, maka manusia mempunyai kewajiban untuk
menjaga, memelihara, melestarikan dan mengelola bumi yang dihamparkan Allah
sebagai tempat manusia menetap.
pemelihara, pelestari, pengelola atau pemimpin. Sehingga jika dikaitkan dengan
lokus kekhalifahannya, yaitu di bumi, maka manusia mempunyai kewajiban untuk
menjaga, memelihara, melestarikan dan mengelola bumi yang dihamparkan Allah
sebagai tempat manusia menetap.
Manusia pertama-tama harus menginsyafi bahwa ada dua
bumi yang dihamparkan Allah, yaitu bumi makro, al-ardl al-kabir atau bawono ageng
yang berada di luar dirinya, dan bumi mikro, al-ardl al-shoghir atau bawono
alit yang berada di dalam dirinya. Kedua bumi itu diamanatkan oleh Allah kepada
manusia untuk dijaga, dipelihara, dilestarikan dan dikelola. Amanat pada bumi
mikro, al-ardl al-shoghir atau bawono alit adalah amanat yang bersifat individual.
Artinya, setiap individu manusia memiliki kewajiban untuk menjaga, memelihara,
melestarikan dan mengelola bumi mikronya masing-masing. Ini yang disebut
sebagai fardlu’ain. Sedangkan amanat pada bumi makro, al-ardl al-kabir atau
bawono ageng adalah amanat yang bersifat kolektif. Artinya, komunitas manusia
berkewajiban untuk menjaga, memelihara, melestarikan dan mengelola bumi makro
itu secara bersama-sama. Ini yang disebut sebagai fardlu kifayah.
pengertian fardlu kifayah sering dimaknai sebagai
kewajiban yang dapat gugur jika sudah ada yang melaksanakan. Jika sekelompok
manusia sudah melaksanakan, maka kelompok manusia lain yang tidak melaksanakan
tidak lagi terkena kewajiban. Pemahaman ini mestinya layak untuk dikoreksi,
atau paling tidak, ditinjau kembali oleh para ulama, karena jika dibiarkan
tetap seperti itu, dikhawatirkan terjadinya degradasi kesadaran manusia terhadap
kewajiban kolektifnya.Paling tidak, manusia harus diingatkan bahwa peranan
sebagai khalifah yang hanya dibebankan kepada manusia mengandung konsekuensi,
yaitu : manusia dikenai kewajiban tanggungjawab dan tanggunggugat atas
peranannya sebagai penjaga, pemelihara, pelestari, pengelola dan pemimpin, baik
terhadap dirinya sendiri maupun terhadap kehidupan kolektifnya.
Itulah
sebabnya, Allah mengingatkan dengan firmanNya :
Dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (
QS 21 : 107 ).
Jadi,
selain sebagai khalifah, manusia disebut oleh Allah berperan atau berfungsi
sebagai rahmat bagi semesta alam. Nah,manusia harus memahami hal ini, yakni,
mengapa Allah menjadikan diri manusia sebagai rahmat bagi semesta alam. Apa
maknanya ? Rahmat adalah sesuatu yang membawa kebaikan, sesuatu yang membawa
manfaat, sesuatu yang menyebabkan terjadinya peningkatan kualitas hidup,
sesuatu yang menyebabkan terpeliharanya nilai luhur. Sehingga
dengan demikian, keberadaan manusia sebagai khalifah mestinya harus membawa kebaikan, memberikan manfaat, dan menjadi sebab terjadinya peningkatan kualitas
hidup, pertambahan nilai dan menjadi sebab terpeliharanya nilai-nilai luhur.
Sebagai konsekuensinya, manusia harus melaksanakan fungsi kekhalifahannya
dengan semestinya, yakni melaksanakan dua kewajiban menjaga, memelihara,
melestarikan, mengelola bumi mikronya sebagai kewajiban individual dan bumi
makronya sebagai kewajiban kolektif. Secara individu, manusia terikat ke dalam
kewajiban kolektif, tanpa ada alasan untuk menyatakan bahwa sudah ada kelompok
manusia yang melaksanakan kewajiban menjaga, memelihara, melestarikan, dan
mengelolanya, sehingga dia boleh menyatakan kewajiban itu sudah gugur.
dengan demikian, keberadaan manusia sebagai khalifah mestinya harus membawa kebaikan, memberikan manfaat, dan menjadi sebab terjadinya peningkatan kualitas
hidup, pertambahan nilai dan menjadi sebab terpeliharanya nilai-nilai luhur.
Sebagai konsekuensinya, manusia harus melaksanakan fungsi kekhalifahannya
dengan semestinya, yakni melaksanakan dua kewajiban menjaga, memelihara,
melestarikan, mengelola bumi mikronya sebagai kewajiban individual dan bumi
makronya sebagai kewajiban kolektif. Secara individu, manusia terikat ke dalam
kewajiban kolektif, tanpa ada alasan untuk menyatakan bahwa sudah ada kelompok
manusia yang melaksanakan kewajiban menjaga, memelihara, melestarikan, dan
mengelolanya, sehingga dia boleh menyatakan kewajiban itu sudah gugur.
Sebab,
jika pernyataan itu dibiarkan, yang terjadi adalah seperti yang kita saksikan
sekarang. Kelompok manusia yang sadar terhadap fungsi kekhalifahannya dan
berperan sebagai rahmat, jumlahnya makin sedikit, sementara kelompok mayoritas
manusia adalah mereka yang tidak menjalankan peranannya sebagai rahmat, sehingga
dengan semena-mena melakukan kerusakan di muka bumi.
Tetapi ironisnya, akibat perbuatan mayoritas manusia
itu pun menimpa kelompok manusia yang sadar dan melaksanakan peranannya sebagai
rahmat. Inilah yang disebut sebagai hukum Allah, yang menimpa semua mahluk
Allah tanpa kecuali.
c. Tanggung
jawab Manusia sebagai Hamba Allah
1. Manusia
diciptakan Allah subhanahuwata’ala dengan tanggung jawab yang luas yang perlu
dilaksanakan, kerana ia akan disoal tentang amanah yang diberikan kepadanya di
hari akhirat nanti. Allah Subhanahuwata’ala, mencipta manusia dengan tujuan
tertentu iaitu untuk dikembalikan semula kepadaNya, dan mereka dipertanggung
jawabkan atas setiap usaha dan amal yang berkaitan dengan perintah keagamaan
semasa ia hidup di dunia. Mereka akan diadil dan diberi pembalasan di hari
pembalasan sama ada ditempatkan di Syurga tau neraka.
2.
Sabda Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wasallam, dari Ibnu Umar ra katanya,
" Saya mendengar Rasulullah Salallahu’alaihi wasallam bersabda, maksudnya:
"Semua orang dari engaku sekalian itu adalah pengembala, dan dipertanggung
jawabkan terhadap apa yang digembalainya. Seorang pemimpin adalah pengembala
dan akan ditanya tentang pengembalaanya; Seorang lelaki adalah pengembala dalam
keluarganya dan akan ditanya tentang pengembalaannya; Seorang isteri adalah
pengembala di rumah suaminya dan akan ditanya tentang pengembalaannya;
Seorang khadam juga pengembala dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang pengembalaanya. Maka semua orang dari kamu sekalian adalah pengembala dan akan ditanya tentang pengembalaannya." ( Muttafaq 'alaih)
Seorang khadam juga pengembala dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang pengembalaanya. Maka semua orang dari kamu sekalian adalah pengembala dan akan ditanya tentang pengembalaannya." ( Muttafaq 'alaih)
Manusia diserahi tugas hidup yang
merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas
hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas
kepemimpinan , wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan
alam. Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Tuhan untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat
kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa yang ada di muka
bumi untuk kepentingan hidupnya. Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang
berupa kebebasan memilih dan menentukan, sehingga kebebasannya melahirkan
kreatifitas yang dinamis. Kebebasan manusia sebagai khalifah bertumpu pada
landasan tauhidullah, sehingga kebebasan yang dimilikitidak menjadikan manusia
bertindak sewenang-wenang. Kekuasaan manusia sebagai wakil Tuhan dibatasi oleh
aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang
diwakilinya, yaitu hokum-hukum Tuhan baik yang baik yang tertulis dalam kitab
suci (al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-kaun).
Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang
mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang
diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan
kewenangannya di hadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah dalam QS 35
(Faathir : 39) yang artinya adalah :
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah dimuka
bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafiranorang-orang kafir itu
tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran
orang-orang yang kafir itu tidak lainhanyalah akan menambah kerugian mereka
belaka”.
Kedudukan manusia di muka bumi sebagai khalifah dan
juga sebagai hamba allah, bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan suatu
kesatuan yang padu dan tak terpisahkan. Kekhalifan adalah realisasi dari
pengabdian kepada allah yang menciptakannya.
Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam
diri setiap muslim sedemikian rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka
akan lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan derajad manusia meluncur jatuh
ketingkat yang paling rendah, seperti fiman-Nya dalam QS (at-tiin: 4) yang
artinya
“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya”.
Untuk kriteria agar manusia bertanggung jawab terhadap
Allah Subhanahuwata’ala adalah seperti berikut;
1. Mengabdikan diri
kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan beriman dan melakukan amal soleh mengikut
syariat yang ditetapakan oleh agama melalui RasulNya.
2. Melaksanakan
amanah Allah memelihara dan mengawal agama Allah serta ajaran Allah Subhanahuwata’ala
seperti FirmanNya; Surah Al Ahzab; 72 (ms. 427).
"Sesungguhnya Kami telah kemukakan tanggung jawab amanah (Kami) kepada langit dan bumi serata gunung-gunung (untuk memikul) maka mereka enggan memikulnya dan bimbang tidak dapat meyempurnakannya (kerana tidak ada pada mereka persediaan untuk memikulnya) dan (pada ketika itu) manusia (dengan persediaan yang ada padanya) sanggup memikulnya. (ingatlah) sesungguhnya tabiat kebanyakan manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula membuat perkara-perkara yang tidak patut dikerjakan."- (Surah Al Ahzab: 72)
"Sesungguhnya Kami telah kemukakan tanggung jawab amanah (Kami) kepada langit dan bumi serata gunung-gunung (untuk memikul) maka mereka enggan memikulnya dan bimbang tidak dapat meyempurnakannya (kerana tidak ada pada mereka persediaan untuk memikulnya) dan (pada ketika itu) manusia (dengan persediaan yang ada padanya) sanggup memikulnya. (ingatlah) sesungguhnya tabiat kebanyakan manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula membuat perkara-perkara yang tidak patut dikerjakan."- (Surah Al Ahzab: 72)
3.
Melaksanakan amar makruf, nahi mungkar, iaitu sebagai khalifah Allah
Subhanahuwata’ala bertanggung jawab menyebarkan Islam, meninggikan kalimah
Allah Subhanahuwata’ala dan supaya manusia menjadi orang Islam.
Firman Allah Subhanahuwata’ala : " Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam). Dan menyeru berbuat kebaik, serta melarang dari kemungkaran (buruk dan keji ). Dan mereka yang bersifat demikian ialah orang-orang yang berjaya."
- ( Surah Ali imran: 104)
Firman Allah Subhanahuwata’ala : " Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam). Dan menyeru berbuat kebaik, serta melarang dari kemungkaran (buruk dan keji ). Dan mereka yang bersifat demikian ialah orang-orang yang berjaya."
- ( Surah Ali imran: 104)
4. Menjaga kesucian
agama, dengan menegakkan Islam dengan berdakwah dan melaksanakan syariat Islam yang telah ditetapkan agama. Bertanggung jawab menjauh dan memelihara diri dan
keluarga dari azab neraka .
BAB IV
SYAHADATAIN
MAKNA DAN IMPLEMENTASINYA
a.
Pengertian
syahadatain
Syahadatain atau dua kalimah
syahadat merupakan kalimat yang utama dan pertama yang harus diucapkan dan
dipahami apabila seseorang masuk Islam dan bagi seluruh umat Islam pada
umumnya. Syahadatain ini mengandung dua pengertian yang sangat mendasar yaitu
bahwa tiada Ilah selain Allah dan Muhammad SAW adalah Rasulullah.
Bagi seseorang yang mengucapkan
kalimah syahadat ini ada 3 syarat yang diperlukan agar syahadatnya diterima
oleh Allah SWT yaitu : mengetahui ma’nanya dengan benar, membenarkan dengan
sungguh-sungguh di hati (tashdiq), dan ikhlas yakni mengerti apa yang dia
persaksikan dengan benar. Allah berfirman di dalam Al Qur’an :
"Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada Ilah kecuali Allah"
(QS. Muhammad(47) : 19)
Juga di dalam surat Az Zukhruf ayat 86 Allah berfirman
:
"Kecuali mereka yang
menyaksikan kebenaran dan mereka mengerti" (QS Az Zukhruf (43) : 86)
Dua kalimah syahadat ini merupakan
satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Ini berarti bahwa apabila seseorang
bersaksi tiada Ilah selain Allah maka ia juga harus mempercayai bahwa Muhammad
SAW adalah pembawa risalah yang harus diikuti.
Ma’na Laa Ilaaha Illallah
Secara umum kalimat ini terdiri atas
dua bagian yaitu Laa Ilaaha (tiada Ilah) dan Illallah (selain Allah).
"Laa" yang terdapat pada kalimat "Laa Ilaaha Illallah"
adalah merupakan muruf nafi (penghilangan) yang menghilangkan segala jenis,
dalam hal ini yang di nafi-kan adalah segala jenis Ilah. Illa adalah
huruf istisna (pengecualian) yang mengecualikan Allah dengan segala jenis Ilah
yang di nafi-kan. Bentuk kalimat seperti ini disebut kalimat manfi (negatif)
lawan dari kalimat mutsabat (positif). Kata Illa telah meng"itsbat"kan
kalimat yang negatif (manfi). Dalam bahasa Arab, itsbat setelah nafi mempunyai
maksud membatasi (Al Hasru), dan taukid (menguatkan). Dengan demikian ‘Laa
Ilaaha Illallah’ berarti membuang seluruh ilah dan illahllah berarti menetapkan
Allah sebagai satu-satunya Ilah yang sebenar-benarnya berhak di sembah. Oleh
karena itu nafi (menghilangkan) ilah-ilah yang ada harus disertai dengan itsbat
(menetapkan) Allah sebagai ilah yang tunggal dalam kehidupan. Jadi kedua hal
itu tidak dapat dipisahkan.
"Ilah" di dalam bahasa
Arab memiliki akar kata alaha yang berarti antara lain : tenteram, lindungan,
cinta, dan sembah. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
"Orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah
bahwa hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram"(QS. Ar Ra’ad(13)
: 28)
"Adapun
orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah" (QS. Al Baqarah(2) :
165)
"Aku berlindung kepada
Allah bahwa aku termasuk golongan orang-orang yang jahil" (QS. Al Baqarah(2)
: 67)
Jika seseorang memperhambakan diri
terhadap sesuatu maka ia akan mengikutinya, memuliakan, mengagungkan, mematuhi
dan tunduk kepadanya serta bersedia mengorbankan kemerdekaan yang dimiliki.
Allah SWT adalah satu-satunya Yang Memiliki dan Yang Menguasai langit dan bumi
dan segala isinya.Oleh karena itu Dialah yang menciptakan (Al Khaliq), Yang
Memberi rizqi (Ar Raziq) dan Dia pula yang Mengelola (Al Mudabbir). Allah
Ta’ala adalah satu-satunya yang wajib di taati jadi Dialah yang menentukan segala
hukum dan segala aturan (Al Hakim), Yang Melindungi (Al Wali), dan Dia lah yang
menjadi tumpuan harapan dan kepada-Nya-lah ditujukan segala amalan (Al Ghayah)
dan pada puncaknya Dialah yang Maha disembah satu-satunya (Al Ma’bud)
Jadi dengan demikian maka kalimat
Laa Ilaaha Illallah mengandung beberapa pengertian sebagai yaitu : Laa
khaliqa Illallah (Tiada Pencipta kecuali Allah), Laa Raziqa Illallah
(Tiada Pemberi Rizqi kecuali Allah), Laa Mudabbira Illallah (Tiada
Pengelola kecuali Allah), Laa Hakima Illallah (Tiada Pembuat Hukum
kecuali Allah), Laa Waliyya Illallah (Tiada Pelindung kecuali Allah), Laa
Ghayata Illallah (Tiada Tujuan kecuali Allah), Laa Ma’buda Illallah
(Tiada Sesembahan kecuali Allah).
Di dalam Al Qur’an Allah berfirman :
"Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan) : Sembahlah Allah
(saja) dan jauhilah thaghut itu....." (QS. An Nahl(16) : 36)
Thaghut adalah merupakan syaitan dan
apa saja yang disembah selain Allah SWT. Dari uraian diatas maka dapatlah
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Ilah adalah segala sesuatu yang
mendominasi dan menguasai diri kita. Maka Laa Ilaaha Illallah juga dapat
diartikan sebagai ‘Tiada segala sesuatu yang mendominasi diri kita selain
daripada kekuasaan Allah semata’. Sebagai suatu ilustrasi apabila seseorang
mendengar panggilan untuk beribadah kepada Allah tetapi dia tidak segera
menyambutnya hanya karena sesuatu hal yang bersifat duniawi maka baginya masih
terdapat suatu ilah selain Allah dan ia belum mengamalkan syahadatain dengan
sebenar-benarnya karena ia masih mendekati apa yang disebut dengan thaghut.
Ma’na Muhammadurrasulullah
Persaksian Laa Ilaaha Illallah
diatas tidak akan terwujud secara benar dalam kehidupan sehari-hari tanpa
mengikuti petunjuk yang diberikan Rasulullah Muhammad SAW maka persaksian
terhadap kerasulan Nabi Muhammad SAW dijadikan sebagai salah satu dari dua kalimah
syahadat yang merupakan pintu gerbang untuk memasuki Dienul Islam. Rasulullah
merupakan contoh teladan yang utama bagi setiap muslim dan keteladanan ini
bersifat total baik secara vertikal kepada Allah yang berupa ibadah-ibadah
khusus maupun yang bersifat horisontal kepada sesama makhluk yang berupa
ibadah-ibadah yang bersifat umum. Hal ini difirmankan oleh Allah di dalam surat
Al Ahzab ayat 21 yaitu :
"Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah" (QS. Al Ahzab(33) : 21)
Dampak persaksian Syahadatain
Ma’na Syahadatain jika dipahami
dengan benar maka akan mendatangkan dampak yang positif bagi setiap pribadi muslim,
yang antara lain dapat diukur dari sikap yang lahir darinya yaitu cinta
(mahabbah) dan Ridho. Seorang muslim harus memberikan cintanya yang tertinggi
kepada Allah SWT kemudian kepada Rasulullah SAW dan berjihad di jalan Allah
SWT. Di dalam Al Qur’an Allah berfirman :
"Katakanlah : ‘Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri karugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya’.
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq" (QS At
Taubah(9) : 24)
Jadi di dalam kehidupan seorang
pribadi muslim cinta pertama dan yang paling utama mestilah kepada Allah SWT,
kamudian kepada Rasulullah SAW dan jihad fi sabilillah di atas segala-galanya.
Mencintai anak, isteri, suami, keluarga, perniagaan, dan lain-lain yang
bersifat duniawi tidaklah dilarang tetapi diletakkan pada tataran cinta yang
kedua, dan cinta kepada segala sesuatu yang bersifat duniawi tidaklah boleh
melebihi cintanya kepada Allah, Rasul, dan Jihad fi sabilillah. Di dalam surat
Al Baqarah ayat 165 Allah berfirman :
"Dan diantara manusia
ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah : mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah" (QS. Al Baqarah(2) : 165).
Disamping itu setiap muslim harus
ridha dengan segala aturan dan keputusan Allah dan Rasul-Nya, ridha lahir
bathin tanpa ada sedikitpun rasa tidak puas di dalam dirinya.
Setiap muslim hendaknya ridha Allah
sebagai Rabb-Nya. Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul
yang diikutinya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :
"Barangsiapa
mengatakan,’Aku Ridla Allah Rabbku, dan Islam agamaku, dan Muhammad Nabi
(Rasul) ku’ wajib baginya masuk surga" (HR. Abu Dawud)
Cinta dan ridho itu diwujudkan
dengan tha’at kepada Allah dan Rasul-Nya. ketha’atan ini sebagai bukti rasa
cinta yang mendalam sehingga mau melakukan apapun yang diperintahkan oleh yang
dicintainya dan meninggalkan apapun yang dilarang olehnya. Allah mengutus Rasul
pada setiap umat agar ditaati ajaran yang disampaikannya, untuk membawa manusia
menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Khatimah
Dengan demikian jelaslah bahwa
persaksian dua kalimah syahadat itu membawa dampak yang sangat baik bagi
seorang pribadi muslim. Seorang pribadi muslim akan selalu menyertakan Allah
SWT dan Rasulnya di dalam setiap tindakannya dan selalu mengembalikan segala
sesuatu yang terjadi hanya kepada kekuasaan Allah semata sehingga akan tercipta
seorang pribadi muslim yang kuat lahir dan bathin.
b.
Kesaksian
terhadap Allah dan kesaksian terhadap Rasulullah
Sahabat di ciptakan Allah Taala, dan Allah
menjadikan para sahabat sebagai manusia pilihan (Mukhtar kuluhum). Walaupun
adakalanya diantara sahabat terjadi perselisihan, setelah Rasulullah Saw. tidak
ada. Untuk menunjukan para sahabat itu pilihan Allah Taala, dan mereka mempunyai
kedudukan yang istimewa disisi Allah; orang-orang yang pernah bermuwajahah,
bertatap muka dengan Rasulullah Saw., diberi keistimewaan. Apa diantaranya?
Untuk menjawabnya saya akan mengambil analogi dari peristiwa Isra mi’raj.
Keterangan ini mungkin agak musykil, sukar, mungkin karena anda jarang
mendengar.
Analogi keistimewaan sahabat dalam peristiwa Mi’raj Nabiyullah
Musa as., diantara Nabi-nabi yang mendapatkan nurnya Rasulullah Saw.
Kemungkinan, sedikit banyak, Nabi Musa As. mendapat ‘Nur 'min amalil ubudiah',
pancaran cahaya karena kesalehan, bukan 'nur' pertama kali nabi di ciptakan
oleh Allah Swt. Dasarnya apa? Ketika Rasulullah menghadap Allah Swt., pada
waktu Mi’raj.
Pada waktu Mi’raj, Rasulullah Saw bertemu kepada Allah, dan langsung diberi tugas sholat lima puluh waktu. Yang minta, mengusulkan dikurangi, karena alasan umatmu tidak kuat, lima kali-lima kali, siapa? Nabiyullah Musa. Permasalahannya disini, ketika Nabiyullah Musa bertemu dengan Rasulullah Saw, setelah menerima tugas lima puluh waktu, Rasulullah Saw. baru kembali dari bertemu dengan Allah.
Pada waktu Mi’raj, Rasulullah Saw bertemu kepada Allah, dan langsung diberi tugas sholat lima puluh waktu. Yang minta, mengusulkan dikurangi, karena alasan umatmu tidak kuat, lima kali-lima kali, siapa? Nabiyullah Musa. Permasalahannya disini, ketika Nabiyullah Musa bertemu dengan Rasulullah Saw, setelah menerima tugas lima puluh waktu, Rasulullah Saw. baru kembali dari bertemu dengan Allah.
Pada kesempatan itu Rasulullah Saw. membawa Nur
atsar nadzor ila wajhil karim, cahaya bekas melihat Allah secara langsung.
Begitu ketemu dengan Nabiyullah Musa As., yang terpantul dari cahaya, barokah
nadzor ila wajhil karim yang pertama kali mendapat siapa? Nabiyullah
Musa. Begitu Nabiyullah Musa As mengusulkan lagi; umatmu tidak kuat,
balik lagi, menghadap kepada Allah Taala. Begitu ketemu, Rasulullah Saw.
membawa tambah nurnya. Yang pertama mendapat berkah lagi dari pertemuan
Rasulullah Saw. dengan Allah Taala siapa? Nabi Musa As. Itu hebatnya.
Walaupun Nabiyullah Musa As. di gunung Turisina
ingin melihat Allah tidak bisa, karena ketika munajat saja melihat wibawanya
Allah ‘kâna shaiqan’, pingsan. Tapi mendapat ganti karena melihat Rasulullah
Saw. pada waktu Mi’raj. Mendapat nur min Rasulullah, atsaran kamilah, mendapat
cahaya Rasulullah Saw. secara sempurna, itu hebatnya.
Setelah Nabi Saw. turun dari langit bertemu dengan
para Sahabat, setelah Nabiyullah Musa, yang kedua yang mendapat barakah 'nur
nadzor ila wajhil karim' siapa? Sahabat. Ini hebatnya. Keterangan ini mungkin
baru anda dengar.
Dengan dasar ini, para sahabat mendapat dua nur, nur
atsar minadzor ila wajhil karim, yang kedua mendapatkan cahaya Rasulullah
Saw. Saban hari, mereka duduk, ruku, sujud dan sebagainya, bersama-sama dengan
Rasulullah. Walaupun antara sahabat ada kontroversi, seperti Muawiyah
contohnya. Secara pandangan Ahlu Sunah wal Jamah, apapun ijtihad Muawiyah
adalah salah, tapi Ahlu Sunah tetap dalam pendirian; tidak ada hak untuk
mengakfirkan kepada Muawiyah. Atau mengecap sebagai kafir. Tetap memuliakan
kedudukan Muawiyah sebagai sahabat.
Wajar, karena sahabat adalah bukan maksum sebagaimana para nabi. Para sahabat hanya mendapatkan mahfudz minallah, penjagaan dari Allah Taala. Dan mahfudz dari Allah Taala itu bertingkat, tidak sekaligus semua mendapatkan mahfudz. Bertingkat, sebagaimana ubudiahnya para sahabat-sahabat itu sendiri.
Wajar, karena sahabat adalah bukan maksum sebagaimana para nabi. Para sahabat hanya mendapatkan mahfudz minallah, penjagaan dari Allah Taala. Dan mahfudz dari Allah Taala itu bertingkat, tidak sekaligus semua mendapatkan mahfudz. Bertingkat, sebagaimana ubudiahnya para sahabat-sahabat itu sendiri.
Walaupun demikian, untuk menutupi kekurangan sahabat
yang pada waktu itu terkadang melakukan kekhilapan. Keturunananya itu diangakat
menjadi wali Quthbil Gaust, itu banyak. Diantaranya siapa? Umar bin Abdul Aziz
masih ada darah dari Muawiyah. Cucunya sendiri menjabat Quthbil Gaust; Muawiyah
bin Yazid bin Muawiyah. Beliau seorang Quthbil Gaust di jamannya. Luar biasa
kan! Ini membuktikan kemuliaan Maqomah (kedudukan) sahabat. Makanya
jangan sembarangan, dewe melu-melu nyacat sahabat, kita jangan
sembarangan kita ikut-ikutan mencela sahabat. Sahabat itu, tadi, disamping
Mukhtar minallah, pilihan dan diangkat oleh Allah. Dalam pengangkatan sahabat
juga disaksikan baginda Nabi. Yaitu dengan pengikraran keimanan mereka yang
disaksikan oleh Nabi Saw. Kesaksian Rasulullah Saw. ini di kuatkan oleh
Allah, dalam surat Fatah ayat 29: “Muhammad Rasulullah walladzina maahu
assyida’u ala al Kuffar, ruhama’u bainahum, tarâhum rukkaan, sujjadan,
yabtaghuna fadzla minallah waridhwana, simahum fi wujuhihim min atsari sujud”,
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu
lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. ‘Yatal’la’ nuruhum
min atsari sujud’, mukanya semakin bercahaya karena sujudnya kepada Allah.
Bukan karena jidat nempel terus pada tempat sujud. Allah taala memberikan
atsar, atsari sujud yatala’la minnuri sujud, dari tawadhu-nya, dari tauhidnya, dari
keyakinnanya, dari makrifatnya, dari sujudnya, bukan min atasril karpet, bukan
bekas karpet.
Dari orang-orang yang demikian, sahabat dibagi
beberapa macam, ada yang tingkatan aulia, ada yang hanya tingkatan ulama. Jadi
setiap sahabat pada jaman sahabat pasti ulama, setiap ulama pasti sahabat. Tapi
setelah sahabat, at Tabiin, tidak pasti ulama. Walaupun dalam tingkatnya
masing-masing.
c.
Me- Esakan
Allah / Tauhid
Kata tauhid berasal
dari bahasa Arab yaitu kata “wahhada” ( و حــد ), “yuhawwidu” ( يــو حــد ), “tauhidah” ( تــو حــيـد
), yang berarti mengesakan atau mengi’tibarkan bahwa Allah adalah Esa. Dengan
demikian, pengertian tuhid adalah kepercvayaan atau keyakinan bahwa Allah
adalah Esa.
Dari pengertian tauhid
tersebut di atas, penulis perjelas melalui firman Allah swt. dalam al-Qur’an
surah al-Baqarah (2) ayat 163:
Terjemahnya;
Dan
Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan dia yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat tersebut di atas
memberikan penegasan tentang kemurnian ke Esaan Allah swt. menolak segala macam
kemusyrikan dan menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya. Hal
ini seiring dengan gerakan pembaharuan dalam islam yang banyak memberikan
sumbangsih pemikiran tentang pemurnian aqidah Islam dan tauhid melalui jalan
pendidikan Islam.
Masyarakat kebanyakan
masih berfaham animisme yang meyakini bahwa makam, pohon dan lain-lain
mempunyai kekuatan yang dapat memberikan bantuan pada manusia. Hal inilah yang
menyebabkan umat Islam dalam keadaan terpuruk dan tersesat, karena iman dan
keyakinannya sudah tercemar dengan faham yang membawa kepada kemusyrikan,
sedangkan hal yang kedua yakni taqlid, yang merupakan suatu kebekuan umat
Islam. Karena pada hakekatnya orang harus berijtihad dalam menemukan sesuatu, dan
pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Dan kesimpulannya adalah syirik, sedangkan
syirik itu adalah dosa besar. Adapun bagian tauhid kali ini yang dapat
dijadikan sebagai bahan referensi yakni:
Tauhid
Ilahiyyah
Islam hadir dengan
meletakkan tauhid sebagai dasar dalam pembinaan umat, karena menyadari bahwa
tauhid adalah esensi ajaran Islam yang mempunyai kekuatan dalam menangkal
setiap pengaruh yang dapat merusak aqudah seseorang. Ajaran tauhid melalui
kalimat “Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asuhadu anna Muhammadar Rasulullah”,
bukan saja menjadim pintu gerbang Islam melainkan menjadi prinsip dalam Islam.
Tauhid Uluhiyyah adalah
meng-Esakan Tuhan sesuahi dengan sifat ke-Tuhanan-Nya, yang terkait dengan
sifat-sifatnya. Tahuid uluhiyyah, tidak berbicara tentang ciptaan-Nya dan hal
terkait yang terbatas, akan tetapi merupakan konsep meng-Esakan Tuhan sebagai
Tuhan
Sesungguhnya ajaran
tauhid rububiyah ini merupakan mata rantai dari tauhid Ilahiyah, yang
menjelaskan tentang ke Esaan Allah swt. tidak ada sekutu bagi-Nya, yang patut
dan wajib disembah serta takut dan percaya kepada kekuasaan yang dimiliki-Nya.
Olehnya itu, percaya dan mempercayai bahwa kuburan syekh yang dianggap suci dan
Maha Kuasa atas segala yang ada di bumi ini.
Allah pencipta insan
dan jagat raya, seluruh benda, zaman, dan waktu. Dia-lah yang mengatur dan
menjaga-Nya, kepada-Nyalah seluruh alam, benda dan yang bernyawa itu akan kembali.
Terciptanya alam ini dari kekuasaan Allah adalah langsung dan mutlak bukanlah
melalui media dan perantara, meng-Esakan Allah yang menciptakan langit dan
segala isinya. Karena siapa pun orangnya dan kepada siapa pun dia menyembah dan
mengharapkan pertolongan selain Allah swt., maka dia itu adalah musyrik.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Filsafat Ketuhanan adalah
pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, maka dipakai pendekatan
yang disebut filosofis.
2.
Manusia, hewan, tumbuhan dan seluruh alam semesta ini
lahir pasti ada penyebabnya, pasti ada penciptanya, dan penciptanya itu adalah
Allah tuhan bagi seluruh makhluk.
3.
Keimanan tidka hanya diucapkan lewat bibir, tapi juga
harus diyakini dalam hati, dan dibuktikan lewat perbuatan
4.
Iman atau kepercayaan merupakan dasar
utama seseorang dalam memeluk sesuatu agama karena dengan keyakinan dapat
membuat orang untuk melakukan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang oleh
keyakinannya tersebut atau dengan kata lain iman dapat membentuk orang jadi
bertaqwa.
5.
Takwa adalah
melaksanakan perintah Allah dan menjauhkan larangannya.
6.
Iman adalah percaya
pada pandangan dan sikap hidup dengan ajaran Allah, yaitu al-Qur’an menurut
Sunnah Rasul, atau dengan selain ajaran Allah, yang terwujud ke dalam ucapan
dan perbuatan.
7.
SARAN
8.
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua
pihak untuk dapat lebih mengembangkan ilmu pengetahuan dan dapat pula mengerti
dan paham akan ketakwaan keimanannya kepada Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi,Abu,dkk.1991.Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam.Jakarta.Bumi Aksara
Azra,Azyumardi,dkk.2002.Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi
umum.Jakarta.Departemen Agama RI
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya
(Semarang: PT. Tanjung Mas Inti, 1992). Yusran Asmuni, Pengantar Studi
Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam (Cet. II; Jakarta:
Grafindo Persada, 1996).
Yunus, Muhammad.1997.Pendidikan Agama Islam untuk SLTP.Jakarta,Erlangga
www.agungsukses.wordpress.com
www.qodirjae.wordpress.com/2008/05/20/keimanan-dan-ketaqwaan/
www.tafany.wordpress.com
www.wikipedia.com
www.sahabatilmu.blogspot.com